Sabtu, 23 Juni 2012

AKHLAK MADZMUMAH



I.              PENDAHULUAN
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan sama dengan akhlak. menurut istilah akhlak  bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang apa yang termasuk akhlak madzmumah dan hadist-hadist yang berkenaan dengan akhlak madzmumah.

II.           PERMASALAHAN
1.      Apa yang dimaksud dengan Akhlak?
2.      Apa Pengertian Akhlak Madzmumah dan Hadist tentang Akhlak Madzmumah?
III.        PEMBAHASAN
1.      Pengertian Akhlak
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan sama dengan akhlak. [1]
Untuk mengetahui pengertian akhlak dari segi istilah ini kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang akhlak, yaitu:
a.       Ibn Miskawih (w. 421 H/ 1030 M)
حا ل للنفس دا عية لها الى افعا لها من غير فكر ولاروية

Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b.      Al-Ghozali (1059-1111 M)
Akhlak adalah:
عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصد ر الافعال بسهولة ويسر من غير حاجة
  الى فكر ورؤية
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. [2]
Jadi akhlak itu sendiri menurut istilah bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya. [3]
2.      Pengertian akhlak madzmumah dan hadist tentang akhlak madzmumah
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Adapun yang termasuk akhlak madzmumah, antara lain:
a.       Dusta
Sifat dan sikap dusta atau curang ini jelas termasuk sifat atau akhlak madzmumah atau akhlak tercela, dimana apabila sifat dusta ini akan membawa kepada bahaya, bencana, dan kerusakan, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dusta dapat juga menghancurkan keimanan dan juga menjadi pusat segala kejahatan.
Di dalam al-quran banyak ayat-ayat yang mencela sifat dusta, antara lain:
Firman Allah dalam Q. S. An- Nahl:105


Artinya: sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan , hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta. (Q. S. An-nahl : 105)[4]
Sabda Nabi SAW:
دع مايريبك الى مالايريبك فان الصدق طماء نينة، والكذب ريبه [رواه الترمذى]

Artinya: Tinggalkanlah apa yang kau ragu-ragukan kepada apa yang tidak engkau ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada ketenanangan, dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.

b.      Dzalim
Sifat dzalim adalah suatu sifat yang harus dijauhi dan ditinggalkan dari setiap manusia, karena sifat dzalim merupakan penganiayaan terhadap yang lain.
Dalam Al-Quran dan al-Hadist banyak disebutkan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang dzalim, antara lain:
Firman Allah Q. S. Al-mu’min :18

Artinya:berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.
Disamping itu ada juga sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim daei sahabat jabir bahwasanya Rosulullah SAW bersabda:

اتقوا الظلم، فانالظلم ظلمات يوم القيامة [رواه البخارى ومسلم]
Artinya:
Takutlah (peliharalah diri) kamu daripada berbuat dzalim, karena dzalim itu merupakan kegelapan dihari kiamat.[5]
c.       Anjuran agar tidak menjadi Pemarah
Marah itu mengakibatkan kemudaratan bagi orang yang dimarahi, orang yang kuat bukanlah yang kuat bergulat tetapi yang sebenarnya kuat itu adalah yang dapat menahan dirinya dari marah. [6]
Hadist tentang anjuran agar tidak menjadi pemarah
عن ابى هريرة رضي الله عنه : ان رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم: اوصنى قال: لاتغضب
فردد مرارا قال صلى الله عليه وسلم : لاتغضب[رواه البخارى]


Artinya:
Dari Abu hurairah ra: bahwa seorang laki-laki telah berkata pada Nabi saw : “Berilah aku nasehat”. Nabi menjawab: “Janganlah engkau menjadi pemarah”. Laki-laki itu kembali beberapa kali, dan Nabi saw, bersabda: “Janganlah engkau menjadi pemarah”.[7]
d.      Riya’
الرياء يحبط العمل كما يحبطه الشرك

Artinya:
Riya menyia-nyiakan amal sebagaimana syirik menyia-nyiakannya. (HR. Arrabii’)
 hadist lain antara lain:
ان الرياء الشرك الاصغر [احمد والحاكم ]
Artinya:
Sesungguhnya riya adalah syirik yang kecil (HR. ahmad dan Al Hakim)[8]

Artinya:
Dari Jundub bin ‘Abdillah bin Sufyan r.a, Dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “ Barang siapa yang memperdengarkan perbuataanya kepada orang lain niscaya Allah akan memperdengarkannya, demikian pula barang siapa yang berbuat riya’ niscaya Allah akan mengungkap rahasia hatinya. [9]


e.       Takabur
Sifat takabur ini harus benar-benar dihilangkan, baik yang batin maupun yang lahir. Yang lahir itu dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun tingkah laku. Karena disamping itu takabur ini menjadi penghalang untuk masuk ke Surga, ternyata kesombongan, kecongkakan, merasa diri tinggi dan megah adalah termasuk hal-hal yang amat merusakkan, baik kepada jiwa, akhlak, dan agama.
Dalam Al-quran dan al hadist banyak disebutkan ancaman dan celaan terhadap sifat takabur, antara lain:
Firman Allah, dalam surat Al-A’raf ayat 146:


Artinya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. [10]
f.       Dengki
Dengki ialah membenci nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang lain dengan keinginan agar nikmat orang lain terhapus. Maka tiadalah berguna amal baik orang yang dengki, sebab dengki merusakkan amal kebaikan, sama halnya seperti api memakan kayu. [11]
Hadist tentang dengki mendengki, benci membenci, dan sindir menyindir, dan tegur sapa,yaitu
حديث انس بن مالك رضي الله عنه: ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لما تبا غضوا
ولما تحا سدوا ولما تدا بروا وكونوا عبا دالله اخوانا ولما يحل لمسلم ان يهجر اخاه فوق ثلاث

Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a Dia telah berkata: Sesungguhnya Rosulullah SAW telah bersabda: “ janganlah kamu saling benci membenci, dengki mendengki dan sindir menyindir. Jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim haram memutuskan (tidak bertegur sapa karena marah) saudaranya lebih dari 3 hari.[12]
g.      Kikir
Kikir adalah satu sifat yang buruk, tertutup tangannya dari memberi padahal hartanya yang dimilikinya itu tiada kekal dan apabila dia meningggal dunia, tak satupun yang dibawanya, hanyalah kafan pembungkus badan saja.[13]
Hadist tentang kekikiran
اتقوا الشح ، فانه اهلك من كان قبلكم [رواه المسلم]
Artinya:
Jauhilah kekikiran. Sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan (umat-umat) sebelum kamu. (HR. Muslim)[14]
h.      Kesombongan
Hadist tentang kesombongan
Artinya:
لا يدخل الجنة من فى قلبه مثقال ذرة من كبر [زواه المسلم]
Tiada masuk Surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. (HR. Muslim)[15]
i.        Ghibah
Adalah menyebut atau memperkatakan seseorang dengan apa yang dibencinya, antara lain disebabkan karena dengki, mencari muka, berolok-olok, mengada-ngadakan.  [16] Para Ulama sepakat bahwa ghibah (menggunjing) merupakan perbuatan yang diharamkan bagi setiap muslim. Hal ini dengan tegas disebutkan didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman dalam surat Al-hujurat : 12

Artinya:
Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha penyayang.
Pada ayat diatas, Allah melarang ghibah. Ghibah adalah membicarakan saudara Anda berkaitan dengan hal-hal yang tidak disukainya (jika diketahui orang lain).
Hadist tentang ghibah

Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: “ Barang siapa ynag beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam. (Muttafaq ‘alaih)
Hadist ini dengan jelas menerangkan bahwa seseorang seharusnya membatasi pembicaraan pada yang baik saja, yaitu hal-hal yang sudah jelas kemashlahatannya. Akan tetapi apabila ia masih meragukan kemaslahatannya tersebut, maka hendaklah ia mengambil sikap diam.[17]

IV.        KESIMPULAN
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan sama dengan akhlak.
Akhlak menurut istilah bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Adapun yang termasuk akhlak madzmumah, antara lain:
Ø  Dusta
Ø  Dzalim
Ø  Pemarah
Ø  Riya
Ø  Takabur
Ø  Dengki
Ø  Kikir
Ø  Sombong
Ø  Ghibah



V.           PENUTUP
Demikianlah  makalah  yang  dapat  kami  sampaikan,  tentunya  dalam  penyusunan makalah  ini  masih  terdapat  kesalahan dan kekurangan  yang  perlu  dibenahi. Oleh  karena itu saran  dan kritik  guna  memnperbaiki  karya  ini  sangat  kami  harapkan. Atas  perhatian  dan  partisipasinya  kami  ucapkan  terima kasih.











DAFTAR PUSTAKA
Al-Math, Muhammad Faiz, 1100 Hadis Terpilih sinar ajaran Muhammad, Jakarta: Gema Insani Press, 1994
Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih, Surabaya: CV. Karya Utama, 1991
Mahalli, Akhmad Mudjab, dkk, Hadist-Hadist Muttafaq ‘alaih, Jakarta: Kencana, 2004, hal: 552
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2010
Syaikh Salim bi ‘ied Al Hilali, Syarah Riyadhus Sholihin, Surabaya: PT Pustaka Imam      Asy-Syafi’I, 2007
Umary, Barmawie, Materia Akhlak, Solo: CV. Ramadani, 1989
Yusuf Muhammad Zain, Akhlak Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo, 1986





[1] M. Zain Yusuf, Akhlak Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 1986, hal:6
[2] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2010, hal:3
[3] Opcit, M. Zain Yusuf, hal: 8
[4] M. Zain Yusuf, Akhlak Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 1986, hal:97
[5] M. Zain Yusuf, Ibid, hal:97
[6] Barmawie Umary, Materia Akhlak,  Solo: CV. Ramadhani,1989, hal:59
[7] Bukhari Muslim, Hadist Shahih, Surabaya: cv. Karya Utama, 2010, hal: 180
[8] Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadist Terpilih, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, hal: 288
[9] Syaikh Salim bi’ied Al Hilali, Syarah Riyadhush Sholihin, Surabaya: PT Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, hal: 226
[10] M. Zain Yusuf, Ibid, hal: 117
[11] Opcit, Barmawie Umary, hal:61
[12] Ahmad Mudjab Mahalli,dkk, Hadist-Hadist Muttafaq ‘alaih, Jakarta: Kencana, 2004, hal: 552
[13] Ibid, Barmawie Umary, hal:57
[14] Opcit, Muhammad Faiz Almath, hal: 280
[15] Ibid, Muhammad Faiz Almath, hal:294
[16] Opcit, Barmawie Umary, hlm: 60
[17] Opcit, Syaikh Salim bi’ied Al Hilali, hal: 1

1 komentar: