I.
PENDAHULUAN
Secara
bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am
bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan
sama dengan akhlak. menurut istilah akhlak
bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh
karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan)
atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan
mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku
adalah bentuknya.
Akhlak
madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang apa yang termasuk akhlak madzmumah dan
hadist-hadist yang berkenaan dengan akhlak madzmumah.
II.
PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud dengan Akhlak?
2. Apa Pengertian Akhlak Madzmumah dan Hadist
tentang Akhlak Madzmumah?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Akhlak
Secara
bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am
bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan
sama dengan akhlak. [1]
Untuk
mengetahui pengertian akhlak dari segi istilah ini kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang akhlak, yaitu:
a. Ibn Miskawih (w. 421 H/ 1030 M)
حا ل للنفس دا عية لها الى افعا لها من غير
فكر ولاروية
Sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b. Al-Ghozali (1059-1111 M)
Akhlak adalah:
عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصد ر الافعال بسهولة
ويسر من غير حاجة
الى فكر ورؤية
Sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. [2]
Jadi
akhlak itu sendiri menurut istilah bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi
jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah
nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan
bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku),
maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya. [3]
2. Pengertian akhlak madzmumah dan hadist
tentang akhlak madzmumah
Akhlak madzmumah
adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Adapun yang
termasuk akhlak madzmumah, antara lain:
a. Dusta
Sifat
dan sikap dusta atau curang ini jelas termasuk sifat atau akhlak madzmumah atau
akhlak tercela, dimana apabila sifat dusta ini akan membawa kepada bahaya,
bencana, dan kerusakan, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dusta dapat
juga menghancurkan keimanan dan juga menjadi pusat segala kejahatan.
Di dalam
al-quran banyak ayat-ayat yang mencela sifat dusta, antara lain:
Firman Allah
dalam Q. S. An- Nahl:105
Artinya:
sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan , hanyalah orang-orang yang tidak
beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta. (Q. S.
An-nahl : 105)[4]
Sabda Nabi SAW:
دع
مايريبك الى مالايريبك فان الصدق طماء نينة، والكذب ريبه [رواه الترمذى]
Artinya:
Tinggalkanlah apa yang kau ragu-ragukan kepada apa yang tidak engkau
ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada ketenanangan, dan dusta itu
menimbulkan keragu-raguan.
b. Dzalim
Sifat
dzalim adalah suatu sifat yang harus dijauhi dan ditinggalkan dari setiap
manusia, karena sifat dzalim merupakan penganiayaan terhadap yang lain.
Dalam Al-Quran
dan al-Hadist banyak disebutkan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang
yang dzalim, antara lain:
Firman Allah Q.
S. Al-mu’min :18
Artinya:berilah
mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati
(menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang
dzalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang
pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.
Disamping
itu ada juga sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim daei sahabat jabir
bahwasanya Rosulullah SAW bersabda:
اتقوا
الظلم، فانالظلم ظلمات يوم القيامة [رواه البخارى ومسلم]
Artinya:
Takutlah
(peliharalah diri) kamu daripada berbuat dzalim, karena dzalim itu merupakan
kegelapan dihari kiamat.[5]
c. Anjuran agar tidak menjadi Pemarah
Marah
itu mengakibatkan kemudaratan bagi orang yang dimarahi, orang yang kuat
bukanlah yang kuat bergulat tetapi yang sebenarnya kuat itu adalah yang dapat
menahan dirinya dari marah. [6]
Hadist tentang
anjuran agar tidak menjadi pemarah
عن
ابى هريرة رضي الله عنه : ان رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم: اوصنى قال:
لاتغضب
فردد
مرارا قال صلى الله عليه وسلم : لاتغضب[رواه البخارى]
Artinya:
Dari Abu
hurairah ra: bahwa seorang laki-laki telah berkata pada Nabi saw : “Berilah aku
nasehat”. Nabi menjawab: “Janganlah engkau menjadi pemarah”. Laki-laki itu
kembali beberapa kali, dan Nabi saw, bersabda: “Janganlah engkau menjadi
pemarah”.[7]
d. Riya’
الرياء
يحبط العمل كما يحبطه الشرك
Artinya:
Riya
menyia-nyiakan amal sebagaimana syirik menyia-nyiakannya. (HR. Arrabii’)
hadist lain antara lain:
ان
الرياء الشرك الاصغر [احمد والحاكم ]
Artinya:
Sesungguhnya
riya adalah syirik yang kecil (HR. ahmad dan Al Hakim)[8]
Artinya:
Dari Jundub bin
‘Abdillah bin Sufyan r.a, Dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “ Barang siapa
yang memperdengarkan perbuataanya kepada orang lain niscaya Allah akan
memperdengarkannya, demikian pula barang siapa yang berbuat riya’ niscaya Allah
akan mengungkap rahasia hatinya. [9]
e. Takabur
Sifat
takabur ini harus benar-benar dihilangkan, baik yang batin maupun yang lahir.
Yang lahir itu dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun tingkah laku. Karena
disamping itu takabur ini menjadi penghalang untuk masuk ke Surga, ternyata
kesombongan, kecongkakan, merasa diri tinggi dan megah adalah termasuk hal-hal
yang amat merusakkan, baik kepada jiwa, akhlak, dan agama.
Dalam
Al-quran dan al hadist banyak disebutkan ancaman dan celaan terhadap sifat
takabur, antara lain:
Firman Allah,
dalam surat Al-A’raf ayat 146:
Artinya:
Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. [10]
f. Dengki
Dengki
ialah membenci nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang lain dengan
keinginan agar nikmat orang lain terhapus. Maka tiadalah berguna amal baik
orang yang dengki, sebab dengki merusakkan amal kebaikan, sama halnya seperti
api memakan kayu. [11]
Hadist
tentang dengki mendengki, benci membenci, dan sindir menyindir, dan tegur
sapa,yaitu
حديث
انس بن مالك رضي الله عنه: ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لما تبا غضوا
ولما
تحا سدوا ولما تدا بروا وكونوا عبا دالله اخوانا ولما يحل لمسلم ان يهجر اخاه فوق
ثلاث
Artinya:
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik r.a Dia telah berkata: Sesungguhnya Rosulullah SAW telah
bersabda: “ janganlah kamu saling benci membenci, dengki mendengki dan sindir
menyindir. Jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim
haram memutuskan (tidak bertegur sapa karena marah) saudaranya lebih dari 3
hari.[12]
g. Kikir
Kikir
adalah satu sifat yang buruk, tertutup tangannya dari memberi padahal hartanya
yang dimilikinya itu tiada kekal dan apabila dia meningggal dunia, tak satupun
yang dibawanya, hanyalah kafan pembungkus badan saja.[13]
Hadist tentang
kekikiran
اتقوا
الشح ، فانه اهلك من كان قبلكم [رواه المسلم]
Artinya:
Jauhilah
kekikiran. Sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan (umat-umat) sebelum
kamu. (HR. Muslim)[14]
h. Kesombongan
Hadist tentang
kesombongan
Artinya:
لا
يدخل الجنة من فى قلبه مثقال ذرة من كبر [زواه المسلم]
Tiada masuk
Surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan.
(HR. Muslim)[15]
i.
Ghibah
Adalah menyebut
atau memperkatakan seseorang dengan apa yang dibencinya, antara lain disebabkan
karena dengki, mencari muka, berolok-olok, mengada-ngadakan. [16]
Para Ulama sepakat bahwa ghibah (menggunjing) merupakan perbuatan yang
diharamkan bagi setiap muslim. Hal ini dengan tegas disebutkan didalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman
dalam surat Al-hujurat : 12
Artinya:
Dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
penyayang.
Pada
ayat diatas, Allah melarang ghibah. Ghibah adalah membicarakan saudara Anda
berkaitan dengan hal-hal yang tidak disukainya (jika diketahui orang lain).
Hadist
tentang ghibah
Artinya:
Dari
Abu Hurairah r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: “ Barang siapa ynag beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam.
(Muttafaq ‘alaih)
Hadist
ini dengan jelas menerangkan bahwa seseorang seharusnya membatasi pembicaraan
pada yang baik saja, yaitu hal-hal yang sudah jelas kemashlahatannya. Akan
tetapi apabila ia masih meragukan kemaslahatannya tersebut, maka hendaklah ia
mengambil sikap diam.[17]
IV.
KESIMPULAN
Secara
bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am
bahasa sehari-hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan
sama dengan akhlak.
Akhlak
menurut istilah bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang
tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah
(bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang
kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak
adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah
adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Adapun yang
termasuk akhlak madzmumah, antara lain:
Ø Dusta
Ø Dzalim
Ø Pemarah
Ø Riya
Ø Takabur
Ø Dengki
Ø Kikir
Ø Sombong
Ø Ghibah
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah
yang dapat kami
sampaikan, tentunya dalam
penyusunan makalah ini masih
terdapat kesalahan dan
kekurangan yang perlu
dibenahi. Oleh karena itu
saran dan kritik guna
memnperbaiki karya ini
sangat kami harapkan. Atas perhatian
dan partisipasinya kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Math, Muhammad Faiz, 1100 Hadis Terpilih sinar ajaran Muhammad, Jakarta:
Gema Insani Press, 1994
Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih, Surabaya: CV. Karya Utama, 1991
Mahalli, Akhmad Mudjab, dkk, Hadist-Hadist Muttafaq ‘alaih, Jakarta:
Kencana, 2004, hal: 552
Nata, Abudin, Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2010
Syaikh Salim bi ‘ied Al Hilali, Syarah Riyadhus Sholihin, Surabaya: PT
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007
Umary, Barmawie, Materia
Akhlak, Solo: CV. Ramadani, 1989
Yusuf Muhammad Zain, Akhlak Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo, 1986
[1] M. Zain Yusuf, Akhlak
Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 1986, hal:6
[2] H. Abuddin Nata, Akhlak
Tasawuf, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2010, hal:3
[3] Opcit, M. Zain Yusuf,
hal: 8
[4] M. Zain Yusuf, Akhlak
Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 1986, hal:97
[5] M. Zain Yusuf, Ibid, hal:97
[6] Barmawie Umary, Materia
Akhlak, Solo: CV. Ramadhani,1989,
hal:59
[7] Bukhari Muslim, Hadist
Shahih, Surabaya: cv. Karya Utama, 2010, hal: 180
[8] Muhammad Faiz Almath, 1100
Hadist Terpilih, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, hal: 288
[9] Syaikh Salim bi’ied Al Hilali, Syarah
Riyadhush Sholihin, Surabaya: PT Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007, hal: 226
[10] M. Zain Yusuf, Ibid, hal:
117
[11] Opcit, Barmawie Umary, hal:61
[12] Ahmad Mudjab Mahalli,dkk, Hadist-Hadist
Muttafaq ‘alaih, Jakarta: Kencana, 2004, hal: 552
[13] Ibid, Barmawie Umary, hal:57
[14] Opcit, Muhammad Faiz
Almath, hal: 280
[15] Ibid, Muhammad Faiz
Almath, hal:294
[16] Opcit, Barmawie Umary,
hlm: 60
[17] Opcit, Syaikh Salim
bi’ied Al Hilali, hal: 1
Teerima kasih... Ilmunya bermanfaat. :)
BalasHapus